Waldjinah
(lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1945; umur 66 tahun) adalah
seorang penyanyi Indonesia. Ia penyanyi spesialisasi keroncong - Jawa
yang dikenal dengan julukan “Ratu keroncong”, yang mengawali karier
sejak menjadi juara I Bintang Radio Indonesia tahun 1965.
Pada awal karier, ia meluncurkan album “kompilasi” bersama penyanyi lain, yaitu album Elingo Beboyo Margo (1968) yang diisi bersama Enny Koesrini (juara Harapan Bintang Radio Indonesia 1967) dan Sri Rahadjeng. Banyak di antara albumnya dibuat dengan iringan Orkes Keroncong Bintang Surakarta yang dipimpinnya sendiri.
Waldjinah is a renowned diva in Indonesia and a leading exponent of the kroncong style.
Waljinah was born into a poor family in Surakarta in 1945, the tenth child in her family. Her father earned a living as an artisan, painting batik cloth, and her mother sold food in the market. It was in the batik factory where her father worked that Waljinah heard the traditional Javanese songs that inspired her to become a singer. When she entered high school she developed an interest in kroncong and in 1958 she won first prize in a competition organised by the state-owned Radio Republik Indonesia in Surakarta. Since then her career has blossomed and she has become a household name, with over 200 albums to her credit. Her voice is heard on the radio daily and she makes numerous television appearances. She has recorded over 1500 different songs, with a repertoire ranging from traditional singing with gamelan, popular songs, kroncong and various other styles.
She has performed internationally in places such as the Netherlands, Japan, Singapore and Surinam, and in 2003, made her first appearance in Australasia at the 7th Wellington International Jazz Festival, pictured below. Accompanied by her kroncong ensemble,Bintang Surakarta, this performance was a collaborative project with Fracas Saxophone and Gamelan Padhang Moncar.
Pada awal karier, ia meluncurkan album “kompilasi” bersama penyanyi lain, yaitu album Elingo Beboyo Margo (1968) yang diisi bersama Enny Koesrini (juara Harapan Bintang Radio Indonesia 1967) dan Sri Rahadjeng. Banyak di antara albumnya dibuat dengan iringan Orkes Keroncong Bintang Surakarta yang dipimpinnya sendiri.
WALDJINAH THE LEGEND
Dilahirkan
tanggal 7 Nopember 1945 dari keluarga sederhana yang tidak memiliki
darah seni, tidak menghalangi seorang Waldjinah untuk menjadi Ratu
Keroncong dan Pop Jawa. Ketertarikannya menyanyi berawal sejak ia
mendengar alunan lagu Jawa klasik dari pabrik batik dimana ayahnya
bekerja.
Suatu ketika, Munadi, kakaknya yang kebetulan beristrikan seorang
penyanyi, mendengar Waldjinah dengan luwes menyenandungkan lagu baru
yang sedang dipelajari istrinya, padahal istrinya saja belum bisa.
Mulailah Munadi mengajarkan Waldjinah menyanyi dan mempelajari lagu-lagu
Keroncong. Di usia 12 tahun, Waldjinah sebagai peserta termuda,
berhasil menjadi juara Festival Ratu Kembang Kacang yang diadakan RRI
Surakarta di tahun 1958. Sejak itulah ia mendapat julukan Ratu Kembang
Kacang.
Sesudah
itu banyak lagi penghargaan yang diperolehnya, antara lain yang paling
berkesan adalah di saat hamil tua, ia menjadi Bintang Radio tingkat
Nasional untuk kategori Keroncong pada tahun 1965, dimana Presiden
Soekarno yang memberikan piala sekaligus nama Bintang untuk anak yang
sedang dikandungnya.
Dengan
suaranya yang melengking namun jernih, Waldjinah sudah menghasilkan
lebih dari 200 album dan 1.700 lagu, banyak diantaranya diiringi oleh OK
Bintang Surakarta yang dipimpinnya sendiri. Rekaman pertamanya adalah
duet dengan Gesang, lagu-lagu yang melambungkan namanya antara lain
Walang Kekek (1968) sehingga ia juga sering dipanggil Si Walang Kekek.
Ia
bisa menyanyi apa saja, namun paling senang dengan keroncong, karena ia
merasa cengkoknya paling pas di keroncong dan bisa lebih bebas daripada
nembang macapatan.
Walaupun
sempat dilarang ibunya menyanyi, ternyata Waldjinah membuktikan dengan
keroncong ia sudah membawa nama Indonesia sampai ke Singapura, Malaysia,
Jepang, Suriname, China bahkan ke Yunani. Ia pun kerap berkolaborasi,
bukan hanya dengan penyanyi keroncong seperti Mus Mulyadi, namun juga
dengan penyanyi pop Chrisye.
Kecintaannya pada
keroncong pula membuat ia aktif di HAMKRI (Himpunan Artis Musik
Keroncong Indonesia) dan menyiapkan regenerasi keroncong dengan membuka
sekolah Keroncong gratis di garasi rumahnya.
Sampai
di usianya yang menjelang senja, Waldjinah tetap cantik dan memelihara
suaranya dengan hidup relaks, puasa dan minum perasan kencur, jahe dan
madu sebelum nyanyi.
Daftar Lagu Waldjinah The Legend
1 Walang Kekek (….. / Syair : Waldjinah)
2 Bengawan Solo (Gesang)
3 Saputangan (Gesang)
4 Suwe Ora Jamu (….. / Syair : Waldjinah)
5 Andheng Andheng (Gesang)
6 Jembatan Merah (Gesang)
7 Roda Dunia (Gesang)
8 Bilamana Dunia Berdamai (Gesang)
9 Dongengan (Gesang)
10 Kecewa (Gesang)
11 Pinggir Desa (Gesang)
12 Jangkrik Genggong (Andjar Any)
13 Kicir-Kicir (…..) - Oh, Sarinah ( ….. / Gesang) - Kuweh Sempe (…..) - Gethuk Lindri (Kasmo Budi Sartono) -Surilang (…..)
14 Bengawan Solo (Gesang)
15 Pamitan (Gesang)
Waljinah was born into a poor family in Surakarta in 1945, the tenth child in her family. Her father earned a living as an artisan, painting batik cloth, and her mother sold food in the market. It was in the batik factory where her father worked that Waljinah heard the traditional Javanese songs that inspired her to become a singer. When she entered high school she developed an interest in kroncong and in 1958 she won first prize in a competition organised by the state-owned Radio Republik Indonesia in Surakarta. Since then her career has blossomed and she has become a household name, with over 200 albums to her credit. Her voice is heard on the radio daily and she makes numerous television appearances. She has recorded over 1500 different songs, with a repertoire ranging from traditional singing with gamelan, popular songs, kroncong and various other styles.
She has performed internationally in places such as the Netherlands, Japan, Singapore and Surinam, and in 2003, made her first appearance in Australasia at the 7th Wellington International Jazz Festival, pictured below. Accompanied by her kroncong ensemble,Bintang Surakarta, this performance was a collaborative project with Fracas Saxophone and Gamelan Padhang Moncar.
0 komentar:
Posting Komentar